Jumat, 19 Desember 2008

Peran pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi di negara berkembang

oleh : Iwan Sugihartono

Di sini penulis mengupas bagaimana pentingnya membuat kebijakan pada pendidikan, sains, dan teknologi perlu menjadi prioritas di Indonesia dalam menstimulasi dan mensupport perkembangan riset dan teknologi global. Dalam hal ini kita melihat perbandingan bagaimana peran pendidikan, sain, dan teknologi di negara maju dengan berkembang.

Terdapat perbedaan mendasar antara negara maju dan berkembang, pada umumnya perbedaan tersebut dikaitkan dengan factor peradaban manusia seperti social, budaya, ekonomi, sejarah, politik, hubungan internasional, dan letak geografis. Meskipun demikian factor-faktor tersebut tidak mampu menjelaskan secara signifikan perbedaan mendasar dari kedua negara tersebut. Perbedaan mendasar yang sangat penting digarisbawahi adalah dalam hal infra struktur ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu menciptakan perbedaan level social dan ekonomi diantara kedua negara maju dan berkembang.

Lalu apa efek dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditekankan dalam pertumbuhan ekonomi pada negara maju dan berkembang. Prof. Abdus Salam peraih nobel dalam bidang Fisika di tahun 1979 menyampaikan pemikirannya bahwa perbedaan mendasar dari negara maju dan berkembang terletak pada penguasaan dan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Perkembangan IPTEK di negara berkembang sebenarnya sudah terjadi sebelum eropa memulai kejayaan kira-kira pada abad ke-17, seperti Mesir dengan teknologi Piramidnya, Indonesia dengan Borobudur, dll. Namun demikian penguasaan IPTEK seolah tidak mampu lagi dimenyeruak di negara-negara berkembang. Kondisi tersebut telah menciptkan perbedaan dari aspek budaya dan kultur social dari dua grup Negara tersebut. Di negara maju penggunaan IPTEK telah menciptakan iklim kondusif dalam meningkatan kemajuan yang sudah ada. Begitupula dengan pendidikan dan teknologi sudah disadari sebagai investasi jangka panjang yang mampu menjamin mereka memperoleh peradaban budaya dan ekonomi yang lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya hasil-hasil temuan riset fenomenal yang lahir dari negara maju. Sebut saja contohnya, terciptanya generasi chip ukuran 45nm yang diluncurkan oleh intel pada akhir tahun 2007. Tercipta produk tersebut akibat adanya kerjasama yang baik dalam hal riset antara pemerintah selaku pengambil kebijakan dan pemodal bersama swasta, universitas dan institusi riset selaku pemegang tongkat estafet kemajuan sains teknologi dan pelaku riset, dan perusahaan selaku pemodal dan penghasil bukti riset (produk).

Apa dampak yang diperoleh dari IPTEK terhadap kemajuan pendidikan dan pertumbuhan ekonomi? Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, di negara maju, percepatan rata-rata pertumbuhan suatu hasil produksi pada dasarnya diperoleh dengan menstimulasi dan mensupport dunia pendidikan di lingkungan universitas. Universitas selaku lembaga yang mendidik dan menciptakan skill riset para mahasiswa sebagai pemegang tongkat estafet pada akhirnya akan mampu menghasilkan lulusan yang berpotensi dalam menghadapi tantangan kemajuan IPTEK global.

Profesor. Abdus Salam dalam bukunya Ideal and realities mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan di negara berkembang telah diperlakukan sebagai kegiatan marjinal (marginal activities) dan dianggap sebagai perhiasan (ornament). Namun, pada umumnya negara berkembang tidak mengakui kondisi tersebut. Justeru sebaliknya, mereka mengklaim bahwa kehidupan social masyarakat di negara berkembang adalah produk perpaduan antara ilmu pengtehuan modern dan teknologi. Meskipun demikian dalam pengamatan penulis, beberapa negara berkembang sudah mulai peduli dengan pentingnya peran IPTEK. Dengan adanya kepedulian ini, tidak serta merta mudah dalam merealisasikan pengembangan dan mempopulerkan IPTEK di lingkungan masyarakat.

Mengapa demikian? Factor infrastructure yang masih jauh dari memadai menjadi factor kritis penghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di negara berkembang, terlebih lagi belum ada kebijakan signifikan dari pemerintah. Bagaimana kondisi Indonesia? Di harian Kompas 16/12/ 2008, Dr. Abd. Haris sebagai sekretaris eksekutif forum MIPA-net menyatakan bahwa laboratorium MIPA se-Indonesia ketinggalan jaman”jadul”. Dari harian Sumatera Express 12/10/2008, Dr. Terry Mart mengungkapkan bahwa pada tahun 2004 peneliti di Amerika sudah mencatatkan 198000 jurnal internasional, sedangkan Indonesia hanya 87 penelitian.

Hasil pantauan penulis di web of science databse, hasil penelitian lintas bidang dari Indonesia yang dipublikasikan di jurnal international masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Negara Singapur, Thailand, Malaysia, bahkan Vietnam yang notabene secara ekonomi tidak lebih baik dari Indonesia. Ini mengindikasikan bahwa kemampuan sumber daya manusia dan infra structure masih menjadi hal kritis. Rajagopalan dalam bukunya Technology Information Base in India: A Development Perspective melaporkan bahwa perbandingan antara jumlah peneliti di Negara maju per 100.000 jumlah penduduk pada awal tahun 90-an di Amerika perbandingannya adalah 280 orang per 100.000 penduduk, Jepang 240, Jerman 150, Inggris 140. Jika dilihat dari growth national product (GNP), dana pendidikan dan riset di Negara berkembang masih belum mencukupi.

to be continued.......................................................................................................

Selasa, 16 Desember 2008

Laboratorium Fakultas MIPA Se-Indonesia "Jadul"

Well, ketika membaca kompas cyber saya dikejutkan oleh berita yang berjudul "Laboratorium Fakultas MIPA Se-Indonesia "Jadul" ", kebetulan isu yang diungkapkan adalah salah satu kegelisahan saya yang selamat ini ingin diungkapkan. Nah ketika membaca berita itu dan kebetulan pula yang mengungkapkan adalah bukan orang yang asing lagi, jadi berita ini cukup merepresentasikan unek-unek saya. Ungkapan laboratorium MIPA jadul adalah ungkapan objektif dari Dr.rer.nat Abd. Haris, beliau adalah sekrearis Dekan FMIPA UI. Saya mengenal beliau sejak masih kuliah di Fisika UI tahun 1997 dan sebelum saya melanjutkan studi doktor, saya pernah menjadi staf beliau di DRPM FMIPA UI 2006-2007.

Dari pendapat yang beliau sampaikan dalam wawancara tersebut, saya menilai pendapat beliau adalah objektif karena memang begitulah adanya. Seharusnya lab mipa yang ada di Universitas2 di Indonesia ini dikunjungi oleh menteri yang katanya ingin meningkatkan mutu riset di level perguruan tinggi. Laboratorium yang berstandar riset adalah laboratorium yang dipersiapkan untuk para mahasiswa dari level sarjana hingga doktor. Namun laboratorium yang berskala riset, tidak dikelola dengan baik. Alhasil di beberapa Univeritas besar, lab riset tersebut tak ayal lagi menjadi seonggok barang rongsokan yang tak bisa diharapkan menyongsong kemajuan riset terkini. Siapakah yang bertanggung jawab? nah ini menjadi PR kita bersama untuk mengetuk hati pemerintah agar lebih memperhatikan sarana dan prasarana riset di perguruan tinggi.

Untuk lebih jelasnya silahkan baca artikel hasil wawancara dengan Dr.rer.nat Abd. Haris selaku sekretaris eksekutif forum mipanet se-Indonesia, yang saya kutip dari

http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/16/12392430/Laboratorium.Fakultas.MIPA.Se-Indonesia.Jadul.

Selasa, 16 Desember 2008 12:39 WIB
DEPOK, SELASA - Laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) se-Indonesia dinilai jadul alias ketinggalan jaman, termasuk laboratorium Fakultas MIPA Universitas Indonesia (UI).
Hal ini diakui Sekretaris Fakultas MIPA Universitas Indonesia (UI) Abdul Haris yang juga menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Forum MIPAnet(Jaringan Nasional Kerjasama Pendidikan Tinggi Bidang MIPA) di sela-sela acara Science Day 2008 di FMIPA UI Depok, Selasa (16/12).
"UI sendiri, kalau orang lihat mungkin besar ya, tapi fasilitas atau infrastruktur kita sendiri sudah tua," ujar Haris. Haris mengatakan satupun laboratorium FMIPA di seluruh universitas di Indonesia belum memperoleh akreditasi internasional. Laboratorium FMIPA UI sendiri tergolong "jadul" karena peralatannya masih berasal dari masa Orde Baru.
Itupun diperoleh melalui hibah dari Jepang. "Sejak reformasi, kami belum pernah memperbaharui peralatan lab," ujar Haris. Laboratorium di FMIPA UI masih lebih bersifat edukasi, bukan riset.
Ketersediaan alat-alat dengan tingkat kepekaan yang tinggi juga tidak ada sehingga "memaksa" para peneliti pergi ke markas BATAN hanya untuk meminjam DNA Squenzer dan alat pendeteksi Micro Soft Electron.
Menurut Haris, idealnya setiap universitas memiliki laboratorium terpadu yang menjadi pusat atau konsentrasi. Namun Haris mengatakan, untuk mendirikan laboratorium konsentrasi memerlukan dana sekitar USD 50 juta.
"Bayangkan ada alat yang namanya DNA Squenzer saja harganya mencapai Rp 2 milyar," tandas Haris. Namun Haris optimistis laboratorium MIPA yang sedang dirintis sekarang dapat berdiri. Pasalnya, UI sendiri sudah memiliki laboratorium berstandar internasonal dengan akreditasi level 3 yaitu laboratorium penyelidikan kanker di Fakultas Kedokteran UI Salemba. Pendirian laboratorium tersebut memakan biaya USD 4 juta.

Kamis, 11 Desember 2008

Bagaimana cara mengatasi dan merencanakan masa depan

Here I share nice article to anticipate the future based on anticipation engine. Mostly we dont care and just said "lets see how" without further think "how are we on future". Its meant, very common people only follow the life flow without any good plan. And most of them just blame the condition by avoid what they have done instead of running from the problem. I remember miles town law which explain that life should be fill in each holes by high efficiency and accuracy in order to catch the last goal. Those, I think relevance with this article which explain systematic way to facing and plan future by Donald Latumahina. So please read it by keep in your mind using poisitve way.

The world is changing and changing at increasing speed. In such kind of world, our ability to anticipate the future is very important. Those who can anticipate the future will have more time to prepare and thus will be ready when changes come. Since they become among the first few people who are ready, they can reap the greatest benefit of the new trends. Most people will come only later when the best parts have already been taken.

Author use the term “anticipation engine” for this ability to anticipate the future. This is an important part of being a versatilist (see Be a Winner by Being a Versatilist: What, Why and How). But how do we build the anticipation engine?

The bottom line is you should be able to see how the dots are connecting. See how the dots are connecting in the past and present, and then project them into the future. This is how you anticipate the future.

So here are 6 things we should do:

Read smart about the past
I use the term “read smart” and not just “read”. “Read smart” means reading selectively to get only what you need without being distracted by unnecessary stuff.First of all, you need to read smart about the past. This is important to allow you see how the dots connected in the past. Since your goal is seeing how the dots connected, your readings should be those which are concerned with getting the patterns of history instead of just telling historical events.My favorite book for this purpose is Guns, Germs and Steel by Jared Diamond. It does exactly what we want: connecting the dots in the history.

Read smart about the present
After seeing how the dots connected in the past, you should see how the dots are connecting in the present. Here you should be able to recognize patterns in our present world. This is important not just to anticipate the future, but also to see whether or not you are ready to face the present challenges. Who knows, maybe you aren’t ready for the present. This part should give you immediate benefit because the actions you take will directly affect how you perform in the present.My favorite book for this is The World is Flat by Thomas Friedman. It clearly shows how the present world - which he said is in the “globalization 3.0″ era - works.

Read smart about the future
The next thing is of course seeing how the dots would connect in the future. Since they are still in the future, what you see are still possibilities, not certainty. But you do need to know what the possibilities are. Be careful when reading about the future though. You’d better be sure that your readings based their predictions on facts rather than just imaginations.My favorite book for this is Visions by Michio Kaku. It clearly describes what scientific achievements are predicted to occur in the 21st century and beyond, and how they will affect our life.

Read smart about how trends evolve
Now that you have got the big picture of the past, present, and future, you should learn how one dot connects to the next. That’s why you need to read smart about how trends evolve.A good book for this is The Tipping Point by Malcolm Gladwell. It talks about how social epidemics work, and the knowledge you gain from the book may help you spot the clues of coming social epidemics.

Do content analysis
You can spot trends by doing content analysis. You do content analysis by analyzing the content of the media such as magazines, newspapers, movies, and books. See what are currently popular and why. Seek the patterns of what is going on behind the content you analyze. After reading smart about the past, present, and future, and learning how trend evolves, you should know enough to look for the patterns behind the content. Books like Megatrends 2000 by John Naisbitt are built upon content analysis.While the first four steps prepare the framework (the big picture), content analysis fill in the details.

Project the dots into the future
Now that you have got the big picture and the details, you should have enough information to project the dots into the future. The clues of coming trends should be here and there in your content analysis, and your understanding of the big picture should help you recognize and connect them. You can then see your current situation to see which coming trends are most likely to influence you and take the necessary actions to prepare yourself.

Istri idaman.....

Diambil dari milis SMANSA Serang

Ada 10 wasiat Rasulullah kepada putrinya Fathimah binti Rasulillah. Sepuluh wasiat yang beliau sampaikan merupakan mutiara yang termahal nilainya bila kemudian dimiliki oleh setiap istri sholehah. Wasiat tsb adalah:
1. Ya Fathimah, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum, melebur kejelekan, dan meningkatkan derajat wanita itu.
2. Ya Fathimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, niscaya Allah menjadikan dirinya dengan neraka tujuh tabir pemisah.
3. Ya Fathimah, tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencuci pakaiannya, melainkan Allah akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang.
4. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang menahan kebutuhan tetangganya, melainkan Allah akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti.
5. Ya Fathimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keridhoaan suami terhadap istri. Andaikata suamimu tidak ridho kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fathimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah.
6. Ya Fathimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Didalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman sorga. Dan Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat.
7. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah haji dan umrah.
8. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih.
9. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami dengan rasa senang hati, melainkan para malaikat yang memanggil dari langit menyeru wanita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.
10. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang meminyaki kepala suami dan menyisirnya, meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, melainkan Allah memberi minuman arak yang dikemas indah kepadanya yang didatangkan dari sungai2 sorga. Allah mempermudah sakaratul-maut baginya, serta kuburnya menjadi bagian dari taman sorga. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shirathal-mustaqim dengan selamat.

Begitu indah menjadi wanita, dengan kelembutan dan kasihnya dapat merubah duniaJadilah diri-dirimu menjadi wanita sholehah, agar negeri menjadi indah, karena dirimu adalah tiang negeri ini

Senin, 01 Desember 2008

pelajaran dari tukang bakso

Cerita ini diambil dari milis SMAN 1 Serang, bagus buat intropeksi diri kita terlebih saya pribadi yang masih minim dalam hal religius. Monggo disimak....

Jawaban Sederhana Penuh Makna
Oleh : Dede Farhan Aulawi

Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yangsedang belajar menggambar peta, juga mewarnai. Hujan rintik - rintikselalu menyertai di setiap sore di musim hujan ini. Di kala tangan sedikitberlumuran tanah kotor,...terdengar suara tek...tekk.. .tek...suara tukang bakso dorong lewat.Sambil menyeka keringat..., ku hentikan tukang bakso itu dan memesanbeberapa mangkok bakso setelah menanyakan anak - anak, siapa yang maubakso ?"Mauuuuuuuuu. ..", secara serempak dan kompak anak - anak asuhku menjawab.Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya. ...Ada satu hal yang menggelitik fikiranku selama ini ketika saya membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama ini."Mang kalo boleh tahu, kenapa uang - uang itu Emang pisahkan ? Barangkaliada tujuan ?""Iya pak, Emang sudah memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yangsudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, Emang hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak Emang, mana yang menjadi hak Orang lain / tempat ibadah, dan mana yang menjadi hak cita - cita penyempurnaan iman "."Maksudnya.. .?", saya melanjutkan bertanya."Iya Pak, kan agama dan Tuhan menganjurkan kita agar bisa berbagi dengansesama. Emang membagi 3, dengan pembagian sebagai berikut :

1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidupsehari - hari Emang dan keluarga.
2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untukmelaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjaditukang bakso, Emang selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnyayang ukuran sedang saja.
3. Uang yang masuk ke kencleng, karena emang ingin menyempurnakan agama yang Emang pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu,untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yangbesar. Maka Emang berdiskusi dengan istri dan istri menyetujui bahwa disetiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini, Emang harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji. Dan insya Allah selama 17tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi Emang dan istri akan melaksanakan ibadah haji.

Hatiku sangat...sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memilikinasib sedikit lebih baik dari si emang tukang bakso tersebut, belum tentumemiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkaliberlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki. Terus sayamelanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut :"Iya memang bagus...,tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yangmampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya....".Iya menjawab, " Itulah sebabnya Pak. Emang justru malu kalau bicara soalmampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu bukan hak pak RT ataupak RW, bukan hak pak Camat ataupun MUI. Definisi "mampu" adalah sebuahdefinisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri.Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, makamungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalaukita mendefinisikan diri sendiri, "mampu", maka insya Allah dengan segalakekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita"."Masya Allah..., sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso".

Minggu, 30 November 2008

Energi alternatif dari sinar matahari+air

Sun + Water = Fuel

With catalysts created by an MIT chemist, sunlight can turn water into hydrogen. If the process can scale up, it could make solar power a dominant source of energy

taken from : http://www.technologyreview.com/energy/21536/

"I'm going to show you something I haven't showed anybody yet," said Daniel Nocera, a professor of chemistry at MIT, speaking this May to an auditorium filled with scientists and U.S. government energy officials. He asked the house manager to lower the lights. Then he started a video. "Can you see that?" he asked excitedly, pointing to the bubbles rising from a strip of material immersed in water. "Oxygen is pouring off of this electrode." Then he added, somewhat cryptically, "This is the future. We've got the leaf."
What Nocera was demonstrating was a reaction that generates oxygen from water much as green plants do during photosynthesis--an achievement that could have profound implications for the energy debate. Carried out with the help of a catalyst he developed, the reaction is the first and most difficult step in splitting water to make hydrogen gas. And efficiently generating hydrogen from water, Nocera believes, will help surmount one of the main obstacles preventing solar power from becoming a dominant source of electricity: there's no cost-effective way to store the energy collected by solar panels so that it can be used at night or during cloudy days.
Solar power has a unique potential to generate vast amounts of clean energy that doesn't contribute to global warming. But without a cheap means to store this energy, solar power can't replace fossil fuels on a large scale. In Nocera's scenario, sunlight would split water to produce versatile, easy-to-store hydrogen fuel that could later be burned in an internal-combustion generator or recombined with oxygen in a fuel cell. Even more ambitious, the reaction could be used to split seawater; in that case, running the hydrogen through a fuel cell would yield fresh water as well as electricity.
Storing energy from the sun by mimicking photosynthesis is something scientists have been trying to do since the early 1970s. In particular, they have tried to replicate the way green plants break down water. Chemists, of course, can already split water. But the process has required high temperatures, harsh alkaline solutions, or rare and expensive catalysts such as platinum. What Nocera has devised is an inexpensive catalyst that produces oxygen from water at room temperature and without caustic chemicals--the same benign conditions found in plants. Several other promising catalysts, including another that Nocera developed, could be used to complete the process and produce hydrogen gas.
Nocera sees two ways to take advantage of his breakthrough. In the first, a conventional solar panel would capture sunlight to produce electricity; in turn, that electricity would power a device called an electrolyzer, which would use his catalysts to split water. The second approach would employ a system that more closely mimics the structure of a leaf. The catalysts would be deployed side by side with special dye molecules designed to absorb sunlight; the energy captured by the dyes would drive the water-splitting reaction. Either way, solar energy would be converted into hydrogen fuel that could be easily stored and used at night--or whenever it's needed.
Nocera's audacious claims for the importance of his advance are the kind that academic chemists are usually loath to make in front of their peers. Indeed, a number of experts have questioned how well his system can be scaled up and how economical it will be. But Nocera shows no signs of backing down. "With this discovery, I totally change the dialogue," he told the audience in May. "All of the old arguments go out the window."

Minggu, 16 November 2008

Sekedar pengingat....

Ini saya post-kan artikel dari : http://www.geocities.com/bimbinganmukmin/1_kitab_ilmu_pengetahuan.htm

bagus untuk pengingat betapa pentingnya kita belajar ilmu pengetahuan... monggo dibaca...

Keutamaan Ilmu Pengetahuan

Di dalam al-Quran al-Karim terdapat banyak sekali ayat-ayat yang menunjukkan kepada keutamaannya ilmu pengetahuan itu. Di antaranya ialah:

“Allah telah menyaksikan bahawasanya tiada Tuhan melainkan Dia jua, begitu pula para Malaikat dan para ahli ilmu pengetahuan turut menyaksikan sama, iaitu Tuhan yang berdiri di atas keadilan.” (ali-Imran: 18)
Perhatikanlah pada ayat yang tersebut di atas itu, bagaimana Allah s.w.t. telah memulakan penyaksian itu dengan diriNya sendiri, keduanya dengan para Malaikat dan sesudah itu dengan para ahli ilmu pengetahuan. Itu saja sudah cukup untuk membuktikan, betapa tingginya keutamaan ilmu pengetahuan dan kelebihannya.

Allah berfirman pula:

“Allah telah mengangkat orang-orang yang beriman dari golongan kamu, dan begitu pula orang-orang yang dikurniai ilmu pengetahuan beberapa darjat.” (al-Mujadalah: 11)

“Katakanlah: Tiada serupa orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan orang-orang yang tiada berilmu pengetahuan.” (az-Zumar: 9)

“Hanyasanya orang yang takut kepada Allah dari golongan hamba-hambaNya itu, ialah orang-orang yang berilmu pengetahuan.” (Fatir: 28)

“Andaikata mereka mengembalikannya (berita itu) kepada Rasul dan kepada orang-orang yang memegang urusan pemerintahan diantara mereka, tentulah halnya telah dimengerti oleh orang-orang yang menelitinya dalam golongan mereka itu”. (an-Nisa’: 83).
Jadi hukum mengenai perkara-perkara yang berlaku itu harus dikembalikan kepada kebijaksanaan orang-orang yang berilmu pengetahuan, kerana martabat mereka ditingkatkan dengan martabat para Nabi dalam menyingkap hukum-hukum Allah s.w.t.

Adapun Hadis-hadis yang berkenaan dengan keutamaan ilmu pengetahuan ada banyak juga, seperti:

"Siapa yang dikehendaki baik oleh Allah s.w.t., maka Allah akan meluaskan pengetahuannya dalam hukum-hukum agama dan akan diilhamkanNya petunjuk di dalamnya"

“Para ulama itu adalah warisan para Nabi”.
Tentulah tiada martabat yang lebih tinggi dari martabat kenabian, dan tiada kemuliaan yang lebih utama dari kemuliaan mewarisi martabat itu.
Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Apabila datang kepadaku satu hari, sedang pada hari itu aku tiada bertambah ilmu pengetahuan untuk mendekatkan diriku kepada Allah azzawajalia, maka tiada akan diberkati bagiku terbitnya matahari hari itu.”
Sabda Rasulullah s.a.w. dalam menentukan kelebihan ilmu pengetahuan atas segala rupa ibadat dan penyaksian, katanya:

“Keutamaan seorang yang berilmu pengetahuan ke atas seorang yang banyak ibadatnya, laksana keutamaanku ke atas serendah-rendah orang dari golongan sahabatku.”
Cubalah perhatikan, betapa itmu pengetahuan itu dipersamakan seiring dengan darjat kenabian, dan betapa pula direndahkan martabat sesuatu amalan yang sunyi dari ilmu pengetahuan, sekalipun orang yang beribadat itu cukup mengetahui dengan ibadat yang ia lakukan itu sehari-harian, kerana kiranya ibadat itu ditunaikan tanpa ilmu pengetahuan, tentulah ianya tidak boleh dinamakan ibadat.
Rasulullah s.a.w. bersabda lagi:

“Kelebihan seorang alim atas seorang 'abid, laksana kelebihan bulan purnama ke atas seluruh bintang-gemintang.”
Di antara wasiat Luqman al-Hakim terhadap anaknya ialah;

Wahai anakku! Pergauilah para alim-ulama dan rapatilah mereka dengan kedua lututmu, sebab Allah s.w.t. menghidupkan hati dengan nur (cahaya) hikmat, sebagaimana Dia menghidupkan bumi dengan hujan lebat dari langit.

Keutamaan belajar

Adapun ayat-ayat al-Quran yang berhubung dengan keutamaan belajar itu, di antaranya ialah:

“Mengapa tidak ada sekelompok pun dari setiap golongan mereka itu yang berangkat untuk menambah ilmu pengetahuan agama.” (at-Taubah: 122)
“Maka tanyakanlah para ahli ilmu pengetahuan, kiranya kamu tiada mengerti.” (an-Nahal: 43)
Sabda Rasulullah s.a.w.:

“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu pengetahuan, maka Allah s.w.t. akan melorongkan baginya jalan ke syurga.”

“Andaikata anda berangkat untuk mempelajari suatu bab dari ilmu pemgetahuan, adalah lebih utama dari anda bersembahyang seratus rakaat.”

“Menuntut ilmu adalah wajib di atas setiap orang Muslim.”
Abu Darda’ berkata:

"Kiranya saya dapat mempelajari suatu masalah, itu adalah lebih saya cinta daripada saya bangun beribadat sepanjang malam."
"Orang alim dan orang yang menuntut ilmu itu, adalah dua orang yang berkongsi dalam kebaikan. Sementara orang-orang selain keduanya adalah sesia belaka. Tiada bangun sama sekali.
Iman Syafi’i.r.a. berkata pula:

"Menuntut ilmu itu lebih utama dari sembahyang sunnat."
Berkata Fatah al-Maushili rahimahullah:

"Bukankah si pesakit itu bila tidak diberikan makan atau minum ubat, ia akan mati!"
Orang ramai menjawab:

"Benar katamu!"
Dia berkata pula:

"Demikian pulalah sifatnya hati, kiranya ia tidak diberikan hikmat dan ilmu pengetahuan selama tiga hari saja, akan matilah ia."
Sungguh tepat sekali ucapan Fatah al-Maushili itu, kerana makanan hati ialah ilmu pengetahuan dan hikmat, dan dengan kedua benda itulah ia boleh hidup, sebagaimana tubuh badan itu hidup dengan makanan, Seorang yang tiada mempunyai ilmu pengetahuan, hatinya menjadi sakit dan kematiannya sudah pasti. Akan tetapi ia tidak akan merasakan yang demikian itu, kerana kecintaannya kepada dunia dan kesibukannya tentang dunia itu akan melenyapkan perasaannya. Kita berlindung dengan Allah pada hari di mana segala tabir akan tersingkap. Sesungguhnya manusia itu sedang nyenyak dalam tidurnya, nanti ia bila mati akan tersedar.

Berkata Ibnu Mas’ud r.a.:

"Hendaklah kamu mencari ilmu pengetahuan sebelum ianya terangkat, dan terangkatnya ilmu pengetahuan itu dengan kematian ahli-ahlinya. Seseorang kamu tiada dilahirkan sebagai orang yang sudah pandai. Jadi ilmu pengetahuan itu akan dicapai hanya dengan belajar."

Keutamaan mengajar

Ayat-ayat al-Quran mengenai keutamaan mengajar ini, ialah di antaranya firman Allah Ta’ala:

“Hendaklah mereka memberikan peringatan kepada kaumnya, apabila telah kembali kepada mereka nanti, moga-moga mereka berhati-hati.” (at-Taubah: 122)
Maksudnya ialah memperingatkan mereka itu dengan pelajaran dan petunjuk yang diperolehinya.

“Dan di waktu Tuhan mengambil janji orang-orang yang diberikan olehnya kitab; iaitu hendaklah kamu sekalian menerangkan perkara-perkara yang tersebut di dalam kitab itu, dan jangan sampai kamu menyembunyikannya.” (ali-Imran: 187)
Maksudnya ialah mewajibkan orang yang berilmu itu menyebarkan ilmunya dengan mengajar.

“Ada sebahagian dari mereka itu yang menyembunyikan kebenaran, sedangkan mereka itu mengetahui (hukumnya).” (al-Baqarah: 146)
Maksudnya menghukumkan salah atau haram orang yang menyembunyikan ilmu pengetahuanya, sebagaimana dihukumkan haram pula orang yang menyembunyikan penyaksiannya.

Firman Allah Ta’ala:

“Barangsiapa menyembunyikannya (penyaksian), maka berdosalah hatinya.” (al-Baqarah: 283)

“Siapakah orang yang lebih baik ucapannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan berbuat kebaikan.” (Fushshilat: 32)
Allah berfirman lagi:

“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan dan nasihat yang baik.” (an-Nahal: 125)

“Dan dia mengajarkan kepada mereka (kandungan) kitab dan kebijaksanaan.” (al-Baqarah: 151)

Adapun Hadis-hadis yang menunjukkan tentang keutamaan mengajar, umpamanya pesanan baginda Rasulullah s.a.w. ketika mengirim Mu’az ke Yaman, bunyinya:

“Andaikata Allah s.w.t memberikan hidayat kepada seorang dari hasil usahamu, adalah lebih baik bagimu dari dunia dan seisinya.”
Sabda Rasulullah s.a.w.

“Sesiapa yang mengetahui sesuatu ilmu lalu disembunyikannya, niscaya di Hari Kiamat nanti, ia akan dikekang oleh Allah s.w.t. dengan tali kekang dari api neraka.”
“Sesungguhnya Allah s.w.t. dan para MalaikatNya, begitu juga penghuni langit dan buminya, sehingga semut yang berada di lubangnya dan ikan yang di lautan, semuanya memohon rahmat bagi orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang ramai.”
“Apabila seorang anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalannya melainkan dalam tiga perkara: iaitu sedekah jariah (yang berterusan), ilmu yang dimanfaatkan dan anak yang saleh yang mendoakan baginya.”

“Orang yang menunjuk ke jalan kebaikan sama saperti mengerjakan baginya.”
Ada satu sabda lagi berbunyi: " Moga-moga Allah mencucurkan rahmatNya ke atas Khalifah-khalifahku." Baginda lalu ditanya: " Siapakah mereka khalifah-khalifahmu?" Rasulullah s.a.w. bersabda lagi: " mereka itu adalah orang-orang yang menghidupkan sunnatku serta mengajarkannya kepada hamba-hamba Allah."

Dari atsar pula, apa yang diriwayatkan dari Mua’z, katanya: " Pelajarilah ilmu pengetahuan, sebab mempelajarinya kerana Allah adalah tanda takut kepadaNya, menuntutnya adalah ibadat, menelaahnya adalah tasbih, mencarinya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang yang belum mengetahui adalah sedekah, memberikannya kepada ahlinya adalah kebaktian. Dialah kawan dalam masa kesepian dan teman dalam masa kesunyian. Dialah petunjuk jalan kepada agama, dan pendorong kesabaran dalam masa kepayahan dan kesempatan."

Allah mengangkat setengah-setengah kamu karena ilmu pengetahuannya, maka dijadikannya pemimpin, penghulu dan penunjuk jalan kebaikan yang diikut oleh orang ramai. Orang yang berilmu pengetahuan itu juga menjadi model utama dalam amalan kebajikan, dicontohi segala jejak-langkahnya, dan dituruti segala kelakuannya.

Dengan ilmu pengetahuan seorang hamba itu akan sampai ke peringkat orang-orang yang terpuji ketaatannya dan tertinggi kedudukannya. Memikirkan perihal ilmu pengetahuan setanding pahalanya dengan berpuasa, dan menelaahnya setanding pahalanya dengan bangun beribadat di tengah malam. Dengan ilmu pengetahuanlah manusia mentaati Allah Azzawajalla, memperhambakan diri kepadaNya, MengEsakanNya dan membesarkanNya.. Dengan ilmu pengetahuan juga manusia boleh mencapai darjat kewajiban kewara’an, dan dengannya pula manusia menyambung silatur-rahmi. Dengan ilmu pengetahuan juga, ia akan mengenal yang halal dan yang haram. Ilmu pengetahuan itu adalah diumpamakan sebagai pembimbing, manakala amalan pula menjadi pengikutnya, dan berbahagialah orang yang menerima ilham dari ilmu pengetahuan, dan celakalah orang yang terhalang dari ilmu pengetahuan.

Berkata al-Hassan r.a.:

" Kalaulah tidak kerana para ulama, niscayalah manusia sekaliannya sama seperti binatang."
Maksudnya dengan adanya para ulama yang mengajar manusia terkeluarlah mereka dari peringkat-peringkat kebinatangan dan memasuki peringkat kemanusiaan.


Ilmu yang fardhu ‘ain

Bersabda Rasulullah s.a.w.:

“Menuntut ilmu itu adalah wajib atas setiap Muslim.”

Termasuk ilmu yang dikatakan fardhu ‘ain itu, ialah ilmu pengetahuan yang bakal mengenalkan asas tauhid (MengEsakan Allah) yang dengannya pula dapat diketahui Zat Allah Ta’ala dan sifat-sifatNya.

Termasuk fardhu ‘ain juga ilmu pengetahuan yang dengannya dapat dituntut cara-cara beribadat,dibedakan antara yang halal dan yang haram, dan mana satu yang dilarang oleh agama, dan mana yang pula yang dibolehkan dalam urusan agama, dan mana pula yang dibolehkan dalam urusan hidup sehari-hari.

Termasuk juga ilmu yang fardhu ‘ ain ialah ilmu yang mengenalkan hal-ehwal hati, mengenai sifat-sifatnya yang terpuji, seperti bersabar, bersyukur, bermurah hati, berakhlak tinggi, bergaul baik, berkata benar dan iklas. Begitu juga dengan sifat-sifatnya yang terkeji, seperti balas-dendam, dengki, menipu, meninggi diri, riya’, marah berseteru, membenci dan kikir. Maka mengetahui apa-apa yang harus dilakukan dari sifat-sifat yang pertama dan apa-apa yang harus ditinggalkan dari sifat-sifat yang kedua itu adalah fardhu ‘ain. Seperti mana hukumnya membersihkan hal-hal mengenai kepercayaan, ibadat atau mu’amalat.

Minggu, 09 November 2008

Umat Islam harus berhenti dari teologi maut

Pembunuh kok dianggap syuhada?? berikut petikan wawancara dengan Prof Syafii Maarif untuk menambah cakrawala berpikir ke-Islam-an kita.

Syafi'i Ma'arif: Umat Islam Harus Berhenti dari Teologi Maut

sumber : http://www.detiknews.com/read/2008/11/09/112026/1033863/158/syafii-maarif-umat-islam-harus-berhenti-dari-teologi-maut

-->Jakarta - Amrozi Cs telah dieksekusi oleh tim regu tembak dari Kejaksaan Agung. Jenazah ketiga pelaku bom Bali I tersebut saat ini sudah siap dimakamkan. Baik keluarga atau pendukungnya mengelu-elukan mereka sebagai mujahid yang mati dalam keadaan sahid. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Ma'arif menilai, pemahaman tentang jihad selama ini banyak disalahartikan, sehingga sebagian masyarakat muslim melakukan tindakan kekerasan atas nama jihad. Namun menurut penerima Magsasay Award 2008 ini, setiap kekerasan yang dilakukan oleh kelompok mana pun di Indonesia akan berakhir dengan kekalahan.

Bagaimana meluruskan pemahaman umat yang keliru ini?

Berikut wawancara detikcom dengan Syafii Ma'arif. Amrozi Cs oleh keluarga dan pendukungnya dianggap mati dalam keadaan sahid. Bagaimana komentar Bapak?Bagi saya biar saja mereka berpendapat seperti itu. Hukuman mati memang harus mereka terima. Nggak usah kita berpolemik lagi masalah itu.

Arti syuhada sebenarnya apa?

Syuhada bisa diartikan sebagai orang yang mati dalam keadaan membela agama Islam. Syuhada secara harfiah berarti orang-orang yang bersaksi. Jadi seluruh umat Islam memang bertugas sebagai syuhada, sebagai saksi dan pengawal perjalanan peradaban. Ini bisa kita lihat dalam Al quran Surat Al Baqarah ayat 143 dan Al Hajj ayat 178. Sebagai syuhada, kita menjadi penyaksi, mengontrol peradaban menuju ke arah jalan kenabian.

Berarti syuhada tidak harus mati dalam perang membela Islam?

Oo tidak. Iya memang mati syahid biasanya dalam perang. Dalam sejarah kita bisa menyaksikan di Perang Badar. Itu jelas, karena mereka mati dalam mempertahankan kebenaran Islam.

Kepercayaan mereka selama ini keliru?

Selama ini mereka mempercayai teologi maut, umat Islam harus berhenti dari kepercayaan tersebut. Prinsip teologi maut, yakni mereka berani mati karena tidak berani hidup. Kecuali hanya mengagungkan sejarah, marah, menganggap yang tidak sepaham dengannya sebagai musuh. Padahal Allah tidak seperti itu. Al quran pun jauh lebih toleran.Dalam wasiat Imam Samudra yang dibagi-bagikan di kediamannya, dikatakan umat Islam harus terus berjihad melawan orang kafir.

Imam Samudra juga menganjurkan agar umat Islam juga meyakini apa yang telah diyakini olehnya?

Yang membagi-bagikan harus dituntut. Mereka menjadikan politik kerasan sebagai mata pencaharian. Selama ini mereka tidak mempunyai tawaran. Nilai- nilai kemanusiaan juga tidak ada. Mereka mencoba memonopoli kebenaran. Tapi ingat, dalam perkembangannya di Indonesia, setiap ideologi yang mengembangkan kekerasan pasti gagal.

Sebenarnya apa yang salah dalam memahami ajaran Islam?

Orang tidak mau berusaha memahami Alquran secara total. Alquran hanya diambil ayat-ayat yang sesuai dengan subyektivisme mereka. Ini celaka. Pasti ada perbedaan dalam memahami Alquran, nggak mungkin kita sama. Karena manusia bersifat nisbi, tidak mutlak. Tafsir tidak pernah mutlak dan terus berkembang. Silakan saja berbeda pemahaman asal konstruktif, jangan destruktif. Di sisi lain, pemerintah jangan bingung, harus tegas. Kalau pemerintah tidak tegas, maka kekerasan akan terus terjadi dan akan terus meminta korban.

Bagaimana meluruskan pemahaman pendukungnya Amrozi Cs yang keliru ini?

Beri pencerahan saja. MUI harus mengimbau agar mereka kembali ke jalan yang benar sesuai dengan syariat Islam yang sesungguhnya. Organisasi massa seperti Muhammadiyah dan NU juga harus berperan. Selama ini Muhammadiyah dan NU Jawa Tengah juga telah memberi pemahaman sangat bagus soal masalah ini.

Hal-hal apa saja yang harus diperbaiki agar pemahaman keliru tentang jihad ini tidak lagi terjadi?

Pahami agama Islam secara benar. Kembangkan budaya siuman. Siuman artinya, manifestasi dari akal kita yang sehat, serta hati nurani yang bersih. Bersih dari segala perilaku-perilaku yang menimbulkan kebencian.

Jumat, 17 Oktober 2008

Renungan.........

Good advices, please do read...

taken from : http://marioteguh.blogspot.com/2008/09

Bila Anda tidak membebaskan pikiran Anda, Anda tidak mungkin mencapai pengertian yang sebenarnya.Maka pantaslah bila kita menemukan lebih banyak orang yang tidak mengerti - bahkan mengenai hal-hal yang paling sederhana yang bisa memperbaiki kualitas hidup mereka.

Mungkin, mereka memperburuk suasana di gua pikiran mereka - dengan membiarkan kekhawatiran, kedengkian, dan nafsu - berkembang besar dan kuat dan menentukan bentuk dan warna dari kata-kata yang boleh mereka dengar. Itu sebabnya,Kita harus membebaskan pikiran kita dari hal-hal yang tidak baik - agar hanya kebaikan-lah yang tersisa dalam pikiran kita.Dan bila hanya kebaikan yang mengisi pikiran kita - maka baik-lah pengertian kita.

Lampu dioda based on QDs adalah masa depan teknologi display

taken from : http://www.ferret.com.au/n/

Researchers at MIT have created a “quantum-dot” organic light-emitting device (QD-OLED) that may one day replace LCDs as the flat-panel display of choice for consumer electronics.
The QD-OLED device combines organic materials and high-performing inorganic nanocrystals to create a hybrid optoelectronic structure, the so-called quantum dot. Also called artificial atoms, quantum dots are nanometer scale “boxes” that selectively hold or release electrons. Unlike traditional LCDs, which must be lit from behind, quantum dots generate their own light. Depending on their size, the dots can be “tuned” to emit any colour in the visible spectrum. In addition, the colours of light they produce are much more “saturated” than that from other sources. The QD-OLED contains only a single layer of quantum dots sandwiched between two organic thin films, where previous QD-OLEDs used 10 to 20 layers. The researchers have demonstrated organized assemblies over 1 cm2 in size and the same principle could be used to make bigger components. The MIT team’s method of combining organic and inorganic materials may pave the way for new technologies and enhance understanding of the physics of the materials.

In addition to being used for very thin, bright flat-panel displays, the QD-OLEDs may also be used in a variety of other applications, including scientific wavelength calibration, robotic vision and miniaturisation. The QD-OLEDs created in the MIT study have a 2500 percent improvement in luminescent power efficiency over previous QD-OLEDs. “One of the goals is to demonstrate a display that’s stable, simple to produce, flat, high-resolution and uses minimal power,” explains Vladimir Bulovic, QD-OLED co-developer and assistant professor of electrical engineering and computer science at MIT. The researchers go on to note that in time, the devices may be made even more efficient and achieve even higher colour saturation.
When using nanotechnology, manufacturers are faced with fabricating large-scale components out of building blocks invisible to the naked eye. Creating hybrid optoelectronic devices depends on the precise positioning of these functionally distinct materials. This was one of the major hurdles facing the project according to Moungi Bawendi, QD-OLED co-developer and professor of chemistry at MIT. “The challenge is how to efficiently transport electrical charges to an active area of a hybrid device that’s only a single layer of quantum dots,” says Bawendi.
The solution comes from recent advances in traditional organic-LED (OLED) technology, used to create TVs or computer screens only a fraction of an inch thick with the same brightness as LCDs. Bulovic and Bawendi use organic molecules currently used in OLEDs as an organic semiconductor to deliver an electrical charge to the quantum dots. In two parallel processes, which are already widely applicable in industry, separate but layered structures are created out of nanoscale materials.

MIT envisions QD-OLEDs becoming complementary to OLEDs because they can be built with compatible manufacturing methods.

Lampu Dioda putih pertama menggunakan Quantum dots

source: http://www.physlink.com/News/071403QuantumDotLED.cfm

In a different approach to creating white light several researchers at the Department of Energy’s (DOE) Sandia National Laboratories have developed the first solid-state white light-emitting device using quantum dots. In the future, the use of quantum dots as light-emitting phosphors may represent a major application of nanotechnology.

"Understanding the physics of luminescence at the nanoscale and applying this knowledge to develop quantum dot-based light sources is the focus of this work," says Lauren Rohwer, principal investigator. "Highly efficient, low-cost quantum dot-based lighting would represent a revolution in lighting technology through nanoscience."

The approach is based on encapsulating semiconductor quantum dots — nanoparticles approximately one billionth of a meter in size — and engineering their surfaces so they efficiently emit visible light when excited by near-ultraviolet (UV) light-emitting diodes (LEDs). The quantum dots strongly absorb light in the near UV range and re-emit visible light that has its color determined by both their size and surface chemistry.

This nanophosphor-based device is quite different from an alternative approach based upon growth of blue, green, and red emitting semiconductor materials that requires careful mixing of the those primary colors to produce white illumination. Efficiently extracting all three colors in such a device requires costly chip designs, which likely cannot compete with conventional fluorescent lighting but can be attractive for more specialized lighting applications.

Rohwer and the quantum dot team — Jess Wilcoxon, Stephen Woessner, Billie Abrams, Steven Thoma, and Arturo Sanchez — started on the project two-and-a-half years ago. Subsequently, their research has advanced significantly, including recently reaching a major milestone of creating white and blue lighting devices using encapsulated quantum dots.
"This accomplishment brings quantum dot technology from the laboratory demonstration phase to a packaged component," Rohwer says.

LEDs for solid-state lighting typically emit in the near UV to the blue part of the spectrum, around 380-420 nanometers. Conventional phosphors used in fluorescent lighting are not ideal for solid state lighting because they have poor absorption for these energies. So researchers worldwide have been investigating other chemical compounds for their suitability as phosphors for solid state lighting.

Quantum dots represent a new approach. The nanometer-size quantum dots are synthesized in a solvent containing soap-like molecules called surfactants as stabilizers. The small size of the quantum dots — much smaller than the wavelength of visible light — eliminates all light scattering and the associated optical losses. Optical backscattering losses using larger conventional phosphors reduce the package efficiency by as much as 50 percent.
Nanophosphors based upon quantum dots have two significant advantages over the use of conventional bulk phosphor powders. First, while the optical properties of conventional bulk phosphor powders are determined solely by the phosphor’s chemical composition, in quantum dots the optical properties such as light absorbance are determined by the size of the dot. Changing the size produces dramatic changes in color. The small dot size also means that, typically, over 70 percent of the atoms are at surface sites so that chemical changes at these sites allow tuning of the light-emitting properties of the dots, permitting the emission of multiple colors from a single size dot.

"This provides two additional ways to tune the optical properties in addition to chemical composition of the quantum dot material itself," Wilcoxon says.
For the quantum dots to be used for lighting, they need to be encapsulated, usually in epoxy or silicone.
"Doing this we had to take care not to alter the surface chemistry of the quantum dots in transition from solvent to encapsulant," says Thoma, who worked on the encapsulation portion of the project.
Quantum dot phosphors are integrated with a commercial LED chip that emits in the near ultraviolet at 400 nanometers by encapsulating the chip with a dot-filled epoxy, creating a dome. The quantum dots in the dome absorb the invisible 400 nanometer light from the LED and reemit it in the visible region — a principle similar to that used in fluorescent lighting.
However, a key technical issue in the encapsulation process had to be solved first. When altering the environment of the dots from a solvent to an encapsulant, the quantum dots would "clump up" or agglomerate, causing them to lose their light-emitting properties. By attaching the quantum dots to the "backbone" of the encapsulating polymer they are close, but not touching. This allows for an increase in efficiency from 10-20 percent to an amazing 60 percent, Thoma says.
The team notes that other people working in the field of quantum dots have reported conversion efficiencies of nearly 50 percent in dilute solutions. However, to their knowledge, Sandia’s team is the first to make an encapsulated quantum dot device with such high efficiencies.
To date, the Sandia’s quantum dot devices have largely been composed of the semiconductor material cadmium sulfide. Cadmium is a toxic heavy metal similar to lead so alternative nanophosphor materials are desired. Fortunately, quantum dot phosphors can also be made from other types of materials, including nontoxic nanosize silicon or germanium semiconductors with light-emitting ions like mangenese on the quantum dot surface.
"Silicon, which is abundant, cheap, and non-toxic, would be an ideal material," says Woessner. "The scientific insights gained through the team’s success with cadmium sulfide quantum dots will enable this next step in nanophosphor development."
In the next year the researchers will increase the concentration of the quantum dots in the encapsulant to obtain further increases in light output while extending the understanding of quantum dot electronic interactions at high concentrations.
While the researchers investigate the use of quantum dots as phosphors as part of an internally funded research project, they also have a grant from the DOE Office of Building Technologies for a collaborative project with Lumileds Lighting, a joint venture between Agilent Technologies and Philips Lighting. In this project they are helping Lumileds measure quantum efficiency of light emission from various types of dots.

Jerry Simmons, who with James Gee, heads up the Sandia’s Solid State Lighting grand challenge, says the quantum dot research is an integral part of the work at Sandia.
"We are very proud of these accomplishments," Simmons says. "The team has come a long way in a short time."

...patut direnungkan...

Saya pikir ini cukup baik untuk mengimropve diri kita...

Leadership Action Triggers

oleh : Bapak Mario Teguh

Kualitas pertama dan yang paling penting dari sebuah tindakan adalah pelaksanaannya, baru kemudian ketepatan tindakannya, kemudian kemudahan melakukannya, kemudian ketepatan biayanya, dan kemudian yang terakhir adalah keindahan dari pelaksanaan dari tindakan itu.Tetapi para ahli menunda tindakan itu ada di mana-mana.Dan karena tidak melakukan yang seharusnya mereka lakukan, mereka jadinya -harus melakukan yang seharusnya tidak mereka lakukan.Itu sebabnya banyak orang yang terlambat mencapai yang telah lama dicapai oleh orang lain.Sebetulnya, setiap orang di antara kita adalah pribadi yang super cepat bertindak-bila dia bertemu dengan sesuatu atau keadaan yang mewajibkannya untuk bertindak tanpa sempat memikirkan penundaan.

Peluang

Reaksi cepat seorang pemimpin yang bertindak saat sebuah peluang hadir, bisa saja datang dari penantian yang cukup melelahkan, atau dari kekhawatiran bahwa kesempatan yang sama mungkin tidak akan tersedia lagi, atau bila peluang ini tidak diambilnya, orang lain akan memanfaatkannya.Bila kita tidak terlatih untuk berpikir cepat dalam menimbang resiko dan nilai dari keuntungan dalam bertindak cepat - pada awal terbukanya sebuah peluang; kita akan sering terperangkap dalam keharusan untuk segera meninggalkan sebuah pekerjaan, membayar biaya dari ketergesaan itu, sambil memusatkan perhatian kepada kemungkinan peluang berikutnya.

Masalah

Ada pemimpin usaha yang hanya akan bertindak - bila dia sudah mengetahui adanya sebuah masalah.Pada detik dia mengetahui masalah itu - karena tidak sengaja, atau karena sebuah proses formal; dia segera meledak dengan tindakan-tindakan drastis yang sering juga sangat emosional.Segala sesuatu ingin dilakukannya, semua harus selesai kemarin, dan dia menyalahkan semua orang - kecuali dirinya.Namun, semua orang yang mengenalnya, juga mengenali bahwa semua kegentingan itu akan segera berlalu, karena sang pemimpin akan segera santai kembali - karena sudah membiasa dan mulai lupa dengan pengetahuannya mengenai masalah-masalah bisnisnya.Bila dia ingat - dia panik. Bila dia lupa - dia santai.Sampai suatu saat dia akan sangat ingat - yaitu saat pemilik perusahaan menggantikannya dengan seseorang yang memiliki peledak tindakan yang lebih sensitif.

Ancaman

Peledak yang satu ini adalah peningkatan kelas dari masalah.Masalah-masalah kecil yang tidak terselesaikan, akan tumbuh menjadi kenyataan yang membahayakan dan itu lah yang kita sebut sebagai ancaman.Sehingga, bila kita semua lebih berbakat untuk menunda penyelesaian masalah, sebetulnya kita semua ini sedang membesarkan ancaman-ancaman bagi diri kita dan tugas-tugas kepemimpinan kita.Seorang pemimpin yang berkelas tidak membiarkan dirinya diancam oleh apa pun untuk memutuskan dan melakukan yang benar, apa lagi oleh ancaman yang datang dari kelemahannya dalam bertindak.

Rencana

Anda yang berencana baik dan besar - seharusnya mudah untuk membuat diri Anda mendahulukan yang harus didahulukan, melakukan dengan cara yang seharusnya, dan pada saat Anda harus melakukannya.Bila Anda telah memiliki rencana, tetapi rencana itu tidak membuat Andaterbebaskan dari kecenderungan untuk menunda dan mendahulukan yang menyenangkan saja - itu berarti bahwa Anda harus mengganti rencana Anda, atau mengganti sikap Anda.Bila Anda tidak dapat menggantikan kedua hal itu, akan datang suatu saat di mana Anda lah yang akan digantikan - dengan pribadi yang mudah meledak karena rencana-rencananya. Ingat lah, walau pun organisasi yang Anda pimpin itu berukuran besar dan berjangkauan luas - sifat dari kepemimpinan Anda adalah tetap kepemimpinan pribadi.

Impian

Sebetulnya impian adalah juga sebuah rencana - hanya saja kita tidak mampu menjelaskan mengapa hati ini demikian terpukau-pikat kepada keindahan dari pembayangan keadaan di masa depan itu.Bila impian Anda tidak menggerakkan Anda untuk melakukan pekerjaan Anda dengan sungguh-sungguh - walau pun Anda tidak yakin pasti bahwa yang Anda lakukan akan menuntun Anda kepada impian Anda; makaAnda tidak sedang bermimpi.Ingat lah, bahwa hanya dia yang kesibukannya disemangati oleh impiannyayang bisa hidup dalam kesadaran kehidupan impian.

Tugas

Peledak tindakan kepemimpinan yang tertinggi adalah keikhlasan menerima tugas sebagai pemimpin untuk mendatangkan perbedaan yang berarti bagi organisasi yang kita pimpin, bagi pelanggan yang kita layani, dan bagi semua yang berkepentingan atas kebaikan yang kita hasilkan.Bila Anda melihat ada sesuatu yang seharusnya dilakukan untuk kebaikan organisasi dan bisnis Anda -jangan lah Anda menunggu sampai Anda menjadi pejabat; segera lakukanlah yang harus Anda lakukan.Melakukan yang baik tanpa harus diperintahkan adalah tanda kualitaskepemimpinan yang sebenarnya.

perkembangan teknologi LED

Here is the summary from LED development which was written by Steve Bush. More details can be find out at http://www.electronicsweekly.com. Please do read...

History of LEDS

Practical white LEDs were made possible by work with GaN semiconductor materials in the 1990s by Dr Shuji Nakamura at Nichia Corporation in Japan.

There has been heated argument as to where the actual credit lies, but it is certain that: the company, the man, and the previous research were all necessary.
Nichia initially concentrated on making white LEDs in the classic 5mm and 3mm LED packages, as well as small surface-mount variants.

The Philips-owned Californian company Lumileds introduced the first successful high-power white LEDs, using larger die (1x1mm) for intensity and complex packages to extract the heat generated. Cree of North Carolina has joined, or even surpassed, Lumileds as the producer of the brightest and most efficient LED die, and Far Eastern companies are not far behind.

How LEDs work

The 'white' of white LEDs comes from the narrow-band blue naturally emitted by GaN LEDs, plus a broad spectrum yellow generated by a phosphor coating on the die which absorbs a proportion of the blue and converts it to yellow.
'GaN' die are actually InGaN heterostructures, which can produce operational wavelengths from green to ultra-violet by varying the relative amounts of indium and gallium during production.
Although this blue die + yellow phosphor approach yields light which appears white, it has little green and almost no red content leading to inferior colour rendering compared with incandescent bulbs and even 'tri-phosphor' florescent tubes. 'Warm white' LEDs, which include a red-producing phosphor, are an attempt to improve this situation as well as make LEDs illumination more acceptable in living spaces.

LEDs for lighting?

White LED versions of traditional luminaires are already available from several manufacturers, particularly in the MR11 spotlight style.
LED headlights for cars are in the pipeline, notably through the work of Germany's Osram, which is producing a range of multi-die packages that are close to producing enough light for road illumination. LED bicycle headlights are already available.

Reality checking

Firstly, firms which claim 90 per cent efficiency from LED light sources are making it up. Even the latest ones convert far more electricity to heat than they do to light.
Next, according lighting industry experts, LEDs will remain expensive compared with light bulbs and florescent tubes. And whilst they will increasingly appear in homes and offices, they will almost certainly will not replace florescent tubes in office lighting.
Florescent tubes, at 100 lm/W for the best fittings, are equal in electrical efficiency to the best LEDs. In the future, large area sheet emitters based on organic LED or AC electroluminescent technology are likely match LEDs in efficiency and to cost far less per lumen to manufacture. One of these two will probably end up replacing florescent tubes in office lighting and eventually most light bulbs in the home. In their favour, LEDs are the only real alterative if colour-tuneable accent lighting or colour-tuneable whole-room lighting is required.

And lastly, at the time of writing, large arrays of 5mm LEDs compete well with fewer high-power LEDs in terms of efficiency, cost and heat dissipation. In the following, we bring together resources from Electronics Weekly and UK and EU governmental bodies to provide detailed reference information about LED technology, specifically white LEDs.

source: http://www.electronicsweekly.com/Articles/2008/04/17/41947/

tentang lampu dioda

LEDs may be little, but new high-brightness models are producing a considerable amount of light.

First used as status and indicator lamps, and more recently in under-shelf illumination, accent lighting, and directional marking applications, high-brightness LEDs have emerged within the last six years. But only recently have they been seriously looked upon as a feasible option in general purpose lighting applications. Before you recommend or install this type of lighting system, you should understand the basic technology upon which these devices are based.
Light-emitting diodes (LEDs) are solid-state devices that convert electric energy directly into light of a single color. Because they employ “cold” light generation technology, in which most of the energy is delivered in the visible spectrum, LEDs don't waste energy in the form of non-light producing heat. In comparison, most of the energy in an incandescent lamp is in the infrared (or non-visible) portion of the spectrum. As a result, both fluorescent and HID lamps produce a great deal of heat. In addition to producing cold light, LEDs:
· Can be powered from a portable battery pack or even a solar array.
· Can be integrated into a control system.
· Are small in size and resistant to vibration and shock.
· Have a very fast “on-time” (60 nsec vs 10 msec for an incandescent lamp).
· Have good color resolution and present low, or no, shock hazard.

The centerpiece of a typical LED is a diode that is chip-mounted in a reflector cup and held in place by a mild steel lead frame connected to a pair of electrical wires. The entire arrangement is then encapsulated in epoxy. The diode chip is generally about 0.25 mm square. When current flows across the junction of two different materials, light is produced from within the solid crystal chip. The shape, or width, of the emitted light beam is determined by a variety of factors: the shape of the reflector cup, the size of the LED chip, the shape of the epoxy lens and the distance between the LED chip and the epoxy lens. The composition of the materials determines the wavelength and color of light. In addition to visible wavelengths, LEDs are also available in infrared wavelengths, from 830 nm to 940 nm.

The definition of “life” varies from industry to industry. The useful life for a semiconductor is defined as the calculated time for the light level to decline to 50% of its original value. For the lighting industry, the average life of a particular lamp type is the point where 50% of the lamps in a representative group have burned out. The life of an LED depends on its packaging configuration, drive current, and operating environment. A high ambient temperature greatly shortens an LED's life.
Additionally, LEDs now cover the entire light spectrum, including red, orange, yellow, green, blue, and white. Although colored light is useful for more creative installations, white light remains the holy grail of LED technology. Until a true white is possible, researchers have developed three ways to deliver it:
· Blend the beams. This technique involves mixing the light from multiple single-color devices. (Typically red, blue, and green.) Adjusting the beams' relative intensity yields the desired color.
· Provide a phosphor coating. When energized photons from a blue LED strike a phosphor coating, it will emit light as a mixture of wavelengths to produce a white color.
· Create a light sandwich. Blue light from one LED device elicits orange light from an adjacent layer of a different material. The complementary colors mix to produce white. Of the three methods, the phosphor approach appears to be the most promising technology.

Another shortcoming of early LED designs was light output, so researchers have been working on several methods for increasing lumens per watt. A new “doping” technique increases light output several times over compared to earlier generations of LEDs. Other methods under development include:
· Producing larger semiconductors.
· Passing larger currents with better heat extraction.
· Designing a different shape for the device.
· Improving light conversion efficiency.
· Packaging several LEDs within a single epoxy dome.

One family of LEDs may already be closer to improved light output. Devices with enlarged chips produce more light while maintaining proper heat and current management. These advances allow the units to generate 10 times to 20 times more light than standard indicator lights, making them a practical illumination source for lighting fixtures.

Before LEDs can enter the general illumination market, designers and advocates of the technology must overcome several problems, including the usual obstacles to mainstream market adoption: Industry-accepted standards must be developed and costs must be reduced. But more specific issues remain. Things like lumen-per-watt efficacy and color consistency must be improved, and reliability and lumen maintenance should be addressed. Nevertheless, LEDs are well on their way to becoming a viable lighting alternative.

source : http://ecmweb.com/mag/

Kamis, 16 Oktober 2008

Informasi ttg penyakit Kanker

Benarkah penyakit kanker tidak berbahaya lagi? terlepas dari benar tidaknya, bersama ini saya informasikan artikel sebagai referensi kita.

---->>

Penyakit Kanker Sudah Tidak Berbahaya Lagi Kanker tidak lagi mematikan. Para penderita kanker di Indonesiadapatmemiliki harapan hidup yang lebih lama dengan ditemukannya tanaman"KELADI TIKUS" (Typhonium Flagelliforme/ Rodent Tuber) sebagai tanamanobat yang dapat menghentikan dan mengobati berbagai penyakit kankerdan berbagai penyakit berat lain.Tanaman sejenis talas dengan tinggi maksimal 25 sampai 30 cm ini hanyatumbuh di semak yang tidak terkena sinar matahari langsung. "Tanamanini sangat banyak ditemukan di Pulau Jawa," kata Drs.Patoppoi Pasau,orang pertama yang menemukan tanaman itu di Indonesia .

Tanaman obat ini telah diteliti sejak tahun 1995 oleh Prof Dr ChrisK.H.Teo,Dip Agric (M), BSc Agric (Hons)(M), MS, PhD dari UniversitiSains Malaysia dan juga pendiri Cancer Care Penang, Malaysia. Lembagaperawatan kanker yang didirikan tahun 1995 itu telah membantu ribuanpasien dari Malaysia , Amerika, Inggris , Australia , Selandia Baru,Singapura, dan berbagai negara di dunia.Di Indonesia, tanaman ini pertama ditemukan oleh Patoppoi diPekalongan, Jawa Tengah. Ketika itu, istri Patoppoi mengidap kankerpayudara stadium III dan harus dioperasi 14 Januari 1998. Setelahkanker ganas tersebut diangkat melalui operasi, istri Patoppoi harusmenjalani kemoterapi (suntikan kimia untuk membunuh sel, Red) untukmenghentikan penyebaran sel-sel kanker tersebut."Sebelum menjalani kemoterapi,dokter mengatakan agar kamimenyiapkan wig (rambut palsu) karena kemoterapi akan mengakibatkankerontokan rambut, selain kerusakan kulit dan hilangnya nafsu makan,"jelas Patoppoi.Selama mendampingi istrinya menjalani kemoterapi, Patoppoi terusberusaha mencari pengobatan alternatif sampai akhirnya dia mendapatkaninformasi mengenai penggunaan teh Lin Qi di Malaysia untuk mengobatikanker. "Saat itu juga saya langsung terbang ke Malaysiauntuk membeliteh tersebut,"ujar Patoppoi yang juga ahli biologi. Ketika sedang berada di sebuahtokoobat di Malaysia , secara tidak sengaja dia melihat dan membaca bukumengenai pengobatan kanker yang berjudul Cancer, Yet They Live karanganDr Chris K.H. Teo terbitan 1996."Setelah saya baca sekilas, langsung saja saya beli buku tersebut.Begitu menemukan buku itu, saya malah tidak jadi membeli teh Lin Qi,tapi langsung pulang ke Indonesia ," kenang Patoppoi sambil tersenyum.Di buku itulah Patoppoi membaca khasiat typhonium flagelliforme itu.Berdasarkan pengetahuannya di bidang biologi, pensiunan pejabatDepartemen Pertanian ini langsung menyelidiki dan mencari tanamantersebut. Setelah menghubungi beberapa koleganya di berbagai tempat,familinya di Pekalongan Jawa Tengah, balas menghubunginya. Ternyata,mereka menemukan tanaman itu di sana . Setelah mendapatkan tanamantersebut dan mempelajarinya lagi, Patoppoi menghubungi Dr. Teo diMalaysia untuk menanyakan kebenaran tanaman yang ditemukannya itu.Selang beberapa hari, Dr Teo menghubungi Patoppoi dan menjelaskan bahwatanaman tersebut memang benar Rodent Tuber. "Dr Teo mengatakan agartidak ragu lagi untuk menggunakannya sebagai obat,"lanjut Patoppoi.Akhirnya, dengan tekad bulat dan do'a untuk kesembuhan, Patoppoi mulaimemproses tanaman tersebut sesuai dengan langkah-langkah pada bukutersebutuntuk diminum sebagai obat. Kemudian Patoppoi menghubungi putranya,Boni Patoppoi di Buduran, Sidoarjo untuk ikut mencarikan tanamantersebut."Setelah melihat ciri-ciri tanaman tersebut, saya mulai mencari dipinggir sungai depan rumah dan langsung saya dapatkan tanaman tersebuttumbuh liar dipinggir sungai," kata Boni yang mendampingi ayahnya saat itu.Selama mengkonsumsi sari tanaman tersebut, isteri Patoppoi mengalamipenurunan efek samping kemoterapi yang dijalaninya. Rambutnya berhentirontok, kulitnya tidak rusak dan mual-mual hilang. "Bahkan nafsu makanibu saya pun kembali normal," lanjut Boni.Setelah tiga bulan meminum obat tersebut, isteri Patoppoi menjalanipemeriksaan kankernya. "Hasil pemeriksaan negatif, dan itu sungguhmengejutkan kami dan dokter-dokter di Jakarta ," kata Patoppoi. Paradokter itu kemudian menanyakan kepada Patoppoi, apa yang diberikan padaisterinya. "Malah mereka ragu, apakah mereka telah salah memberikandosis kemoterapi kepada kami," lanjut Patoppoi.Setelah diterangkan mengenai kisah tanaman Rodent Tuber, para dokterpun mendukung Pengobatan tersebut dan menyarankan agarmengembangkannya. Apalagi melihat keadaan isterinya yang tidakmengalami efek samping kemoterapi yang sangat keras tersebut. Danpemeriksaan yang seharusnya tiga bulan sekalidiundur menjadi enam bulan sekali."Tetapi karena sesuatu hal, paradokter tersebut tidak mau mendukung secara terang-terangan penggunaantanaman sebagaipengobatan alternatif," sambung Boni sambil tertawa.Setelah beberapa lama tidak berhubungan, berdasarkan peningkatankeadaan isterinya, pada bulan April 1998, Patoppoi kemudian menghubungiDr.Teomelalui fax untukmenginformasik an bahwa tanaman tersebut banyakterdapat di Jawa danmengajak Dr. Teo untuk menyebarkan penggunaan tanaman ini diIndonesia. Kemudian Dr .. Teo langsung membalas fax kami, tetapi mereka tidak tahuapa yang harus mereka perbuat, karena jarak yang jauh," sambungPatoppoi. Meskipun Patoppoi mengusulkan agar buku mereka diterjemahkan dalambahasa Indonesiadan disebar-luaskan di Indonesia, Dr. Teo menganjurkanagar kedua belah pihak bekerja sama dan berkonsentrasi dalam usahanyata membantu penderita kanker di Indonesia.Kemudian, pada akhir Januari 2000 saat Jawa Pos mengulas habis mengenaimeninggalnya Wing Wir yanto , salah satu wartawan handal JawaPos,Patoppoi sempat tercengang.

Data-data rinci mengenai gejala,penderitaan, pengobatan yang diulas di Jawa Pos, ternyata sama dengansalah satu pengalaman pengobatan penderita kanker usus yang dijelaskandi buku tersebut. Dan eksperimen pengobatantersebut berhasil menyembuhkan pasien tersebut."Lalu saya langsung menulis di kolom Pembaca Menulis di Jawa Pos,"ujar Boni.Dan tanggapan yang diterimanya benar-benar diluar dugaan. Dalam sehari,bisa sekitar 30 telepon yang masuk. "Sampai saat ini, sudah ada sekitar300 orangyang datang ke sini," lanjut Boni yang beralamat di Jl. KH. Khamdani,Buduran Sidoarjo.Pasien pertama yang berhasil adalah penderita Kanker Mulut Rahimstadium dini. Setelah diperiksa, dokter mengatakan harus dioperasi.Tetapi karena belum memiliki biaya dan sambil menunggu rumahnya lakudijualuntuk biaya operasi, mereka datang setelah membaca Jawa Pos.Setelah diberi tanaman dan cara meminumnya, tidak lama kemudian pasientersebut datang lagi dan melaporkan bahwa dia tidak perlu dioperasi,karena hasil pemeriksaan mengatakan negatif.Berdasarkan animo masyarakat sekitar yang sangat tinggi, Patoppoiberusaha untuk menemui Dr. Teo secara langsung. Atas bantuan DirekturJenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan, Sampurno,Patoppoi dapat menemui Dr. Teo di Penang , Malaysia . Di kantorPusat Cancer Care Penang, Malaysia , Patoppoi mendapat penerangan lebihlanjut mengenai riset tanaman yang saat ditemukan memiliki nama Indonesia ..Ternyata saat Patoppoi mendapat buku "Cancer, Yet They Live" edisirevisi tahun 1999, fax yang dikirimnya di masukkan dalam buku tersebut,serta pengalamanisterinya dalam usahanya berperang melawan kanker. Dari pembicaraanmereka, Dr. Teo merekomendasi agar Patoppoi mendirikanperwakilan Cancer Care di Jakarta dan Surabaya . Maka secara resmi,Patoppoi dan putranya diangkat sebagai perwakilan lembaga sosial CancerCare Indonesia , yang juga disebutkan dalam buletin bulanan CancerCare, yaitu di Jl. Kayu Putih 4 No. 5, Jakarta , telp. 021-4894745, dan di Buduran, Sidoarjo. Cancer Care Malaysiatelah mengembangkan bentuk pengobatan tersebut secara lebih canggih. Mereka telah memproduksiekstrak Keladi Tikusdalam bentuk pil dan teh bubuk yang dikombinasikan dengan berbagaitananaman lainnya dengan dosis tertentu. "Dosis yang diperlukantergantung penyakit yang diderita," kata Boni.Untuk mendapatkan obat tersebut, penderita harus mengisi formulir yangmenanyakan keadaan dan gejala penderita dan akan dikirimkan melalui faxke Dr. Teo. "Formulir tersebut dapat diisi disini, dan akan kamifax-kan. Kemudian Dr. Teo sendiri yang akan mengirimkan resep sekaligusobatnya, dengan harga langsung dari Malaysia , sekitar 40-60 RinggitMalaysia ," lanjut Boni."Jadi pasien hanya membayar biaya fax dan obat, kami tidak menarikkeuntungan,malahan untuk yang kurang mampu, Dr.Teo bisa memberikan perpanjanganwaktu pembayaran. " tambahnya.Sebenarnya pengobatan ini juga didukung dan sedang dicoba oleh salahsatu dokter senior di Surabaya, pada pasiennya yang mengidap kankerginjal. Adadua pasien yang sedang dirawat dokter yang pernah menjabatsebagai direktur salah satu rumah sakit terbesar di Surabayaini. Pasienpertama yangmengidap kanker rahim tidak sempat diberi pengobatan dengan keladitikus, karena telahditangani oleh rekan-rekan dokter yang telah memiliki reputasi. Setelahmenjalani kemoterapi dan radiologi, pasien tersebut mengalamikerontokan rambut, kulit rusak dan gatal, dan selalu muntah.Tetapi pada pasien kedua yang mengidap kanker ginjal, dokter inimenanganinya sendiri dan juga memberikan pil keladi tikus untukmembantu proses penyembuhan kemoterapi.Pada pasien kedua ini, tidak ditemui berbagai efek yang dialamipenderita pertama, bahkan pasien tersebut kelihatan normal. Tetapidokter ini menolak untuk diekspos karenamenurutnya, pengobatan ini belum resmi diteliti di Indonesia ..Menurutnya, jika rekan-rekannya mengetahui bahwa dia memakai pengobatanalternatif, mereka akan memberikan predikat sebagai "ter-kun" ataudokter-dukun."Disinilah gap yang terbuka antara pengobatan konvensional dan modern,"kata dokter tersebut.Banyak hal menarik yang dialami Boni selama menerima dan memberikanbantuan kepada berbagai pasien. Bahkan ada pecandu berat putaw dansabu-sabu di Surabaya , yang pada akhirnya pecandu tersebut mendapatkanker paru-paru. Setelah mendapat vonis kanker paru-paru stadium III,pasien tersebut mengkonsumsi pildan teh dari Cancer Care. Hasilnya cukup mengejutkan, karena ternyataobat tersebut dapat mengeluarkan racun narkoba dari peredaran darahpenderita danmengatasi ketergantungan pada narkoba tersebut."Tapi, jika pecandu sudah bisa menetralisir racun dengan keladi tikus,dia tidak boleh memakai narkoba lagi, karena pasti akan timbulresistensi. Jadi janganseperti kebo, habis mandi berkubang lagi," sambung Boni sambiltertawa. Juga ada pengalaman pasien yang meraung-raung kesakitan akibat serangankanker yang menggerogotinya, karena obat penawar rasa sakit sudah tidakmempan lagi. Setelah diberi minum sari keladi tikus, beberapa saatkemudian pasien tersebut tenang dan tidak lagi merasa kesakitan.Menurut data Cancer Care Malaysia, berbagai penyakit yang telahdisembuhkan adalah berbagai kanker dan penyakit berat seperti kankerpayudara, paru-paru, usus besar-rectum,liver, prostat, ginjal, leher rahim, tenggorokan, tulang, otak, limpa,leukemia, empedu, pankreas,dan hepatitis.Jadi diharapkan agar hasil penelitian yang menghabiskan milyaranRinggitMalaysiaselama 5 tahundapat benar-benar berguna bagi dunia kesehatan.Bagi teman-teman yang memerlukan informasi lebih lanjut sehubungandengan artikel "Obat Kanker" bisa menghubungi perwakilan lembaga sosial"Cancer Care Indonesia " beralamat di

Jl. Kayu Putih 4 no.5 Jakarta ,telp : 021-4894745,

Senin, 06 Oktober 2008

Gusti Allah Tidak "nDeso"

Gusti Allah Tidak "nDeso"

Oleh: Emha Ainun Nadjib

Suatu kali Emha Ainun Nadjib ditodong pertanyaan beruntun. "Cak Nun,"kata sang penanya, "misalnya pada waktu bersamaan tiba-tiba sampeyan menghadapi tiga pilihan, yang harus dipilih salah satu: pergi ke masjid untuk shalat Jumat, mengantar pacar berenang, atau mengantar tukang becak miskin ke rumah sakit akibat tabrak lari, mana yang sampeyan pilih?"Cak Nun menjawab lantang, "Ya nolong orang kecelakaan.""Tapi sampeyan kan dosa karena tidak sembahyang?" kejar si penanya."Ah, mosok Allah ndeso gitu," jawab Cak Nun."Kalau saya memilih shalat Jumat, itu namanya mau masuk surga tidak ngajak-ngajak, " katanya lagi. "Dan lagi belum tentu Tuhan memasukkan ke surga orang yang memperlakukan sembahyang sebagai credit point pribadi.Bagi kita yang menjumpai orang yang saat itu juga harus ditolong, Tuhan tidak berada di mesjid, melainkan pada diri orang yang kecelakaan itu. Tuhan mengidentifikasikan dirinya pada sejumlah orang.

Kata Tuhan:kalau engkau menolong orang sakit, Akulah yang sakit itu. Kalau engkau menegur orang yang kesepian, Akulah yang kesepian itu. Kalau engkau memberi makan orang kelaparan, Akulah yang kelaparan itu.

Seraya bertanya balik, Emha berujar, "Kira-kira Tuhan suka yang mana dari tiga orang ini.

Pertama, orang yang shalat lima waktu, membaca al-quran,membangun masjid, tapi korupsi uang negara.
Kedua, orang yang tiap hari berdakwah, shalat, hapal al-quran, menganjurkan hidup sederhana, tapi dia sendiri kaya-raya, pelit, dan mengobarkan semangat permusuhan.
Ketiga, orang yang tidak shalat, tidak membaca al-quran, tapi suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang?"

Kalau saya, ucap Cak Nun, memilih orang yang ketiga. Kalau korupsi uang negara, itu namanya membangun neraka, bukan membangun masjid. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya bukan membaca al-quran, tapi menginjak-injaknya. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya tidak sembahyang, tapi menginjak Tuhan. Sedang orang yang suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang, itulah orang yang sesungguhnya sembahyang dan membaca Al-Quran.Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat shalatnya. Standar kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari banyaknya dia hadir di kebaktian atau misa.

Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output sosialnya : kasih sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan dengan orang lain, memberi, membantu sesama. Idealnya, orang beragama itu seharusnya memang mesti shalat, ikut misa, atau ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan memiliki perilaku yang santun dan berkasih sayang.Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Bila kita cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi ke kebaktian, ikut misa, datang ke pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama.

Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari kesalehan personalnya, melainkan diukur dari kesalehan sosialnya. Bukan kesalehan pribadi, tapi kesalehan sosial. Orang beragama adalah orang yang bisa menggembirakan tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati orang lain, meski beda agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan sosial pada kaum mustadh'afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan tidak mengambil yang bukan haknya.

Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan jiwa sosial tinggi. Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid, sementara beberapa meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan.

Ekstrinsik VS Intrinsik

Dalam sebuah hadis diceritakan, suatu ketika Nabi Muhammad SAW mendengar berita perihal seorang yang shalat di malam hari dan puasadi siang hari, tetapi menyakiti tetangganya dengan lisannya. Nabi Muhammad SAW menjawab singkat, "Ia di neraka."

Hadis ini memperlihatkan kepada kita bahwa ibadah ritual saja belum cukup.Ibadah ritual mesti dibarengi ibadah sosial. Pelaksanaan ibadah ritual yang tulus harus melahirkan kepedulian pada lingkungan sosial.

Hadis di atas juga ingin mengatakan, agama jangan dipakai sebagai tameng memperoleh kedudukan dan citra baik di hadapan orang lain. Hal ini sejalan dengan definisi keberagamaan dari Gordon W Allport. Allport, psikolog, membagi dua macam cara beragama: ekstrinsik dan intrinsik.

Yang ekstrinsik memandang agama sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan. Agama dimanfaatkan demikian rupa agar dia memperoleh status darinya. Ia puasa, ikut misa, kebaktian, atau membaca kitab suci,bukan untuk meraih keberkahan Tuhan, melainkan supaya orang lain menghargai dirinya. Dia beragama demi status dan harga diri. Ajaran agama tidak menghujam ke dalam dirinya.
Yang kedua, yang intrinsik, adalah cara beragama yang memasukkan nilai-nilai agama ke dalam dirinya. Nilai dan ajaran agama terhujam jauh ke dalam jiwa penganutnya. Adanya internalisasi nilai spiritual keagamaan. Ibadah ritual bukan hanya praktik tanpa makna. Semua ibadah itu memiliki pengaruh dalam sikapnya sehari-hari. Baginya, agama adalah penghayatan batin kepada Tuhan.

Cara beragama yang intrinsiklah yang mampu menciptakan lingkungan yang bersih dan penuh kasih sayang.Keberagamaan ekstrinsik, cara beragama yang tidak tulus, melahirkan egoisme. Egoisme bertanggungjawab atas kegagalan manusia mencari kebahagiaan, kata Leo Tolstoy. Kebahagiaan tidak terletak pada kesenangan diri sendiri. Kebahagiaan terletak pada kebersamaan.

Sebaliknya, cara beragama yang intrinsik menciptakan kebersamaan.Karena itu, menciptakan kebahagiaan dalam diri penganutnya dan lingkungan sosialnya. Ada penghayatan terhadap pelaksanaan ritual-ritual agama.Cara beragama yang ekstrinsik menjadikan agama sebagai alat politis dan ekonomis. Sebuah sikap beragama yang memunculkan sikap hipokrit; kemunafikan. Syaikh Al Ghazali dan Sayid Quthb pernah berkata, kita ribut tentang bid'ah dalam shalat dan haji, tetapi dengan tenang melakukan bid'ah dalam urusan ekonomi dan politik. Kita puasa tetapi dengan tenang melakukan korupsi. Juga kekerasan, pencurian, dan penindasan.

Indonesia, sebuah negeri yang katanya agamis, merupakan negara penuh pertikaian. Majalah Newsweek edisi 9 Juli 2001 mencatat, Indonesia dengan 17.000 pulau ini menyimpan 1.000 titik api yang sewaktu-waktu siap menyala. Bila tidak dikelola, dengan mudah beralih menjadi bentuk kekerasan yang memakan korban. Peringatan Newsweek lima tahun lalu itu, rupanya mulai memperlihatkan kebenaran. Poso, Maluku, Papua Barat, Aceh menjadi contohnya. Ironis.Jalaluddin Rakhmat, dalam Islam Alternatif , menulis betapa banyak umat Islam disibukkan dengan urusan ibadah mahdhah (ritual), tetapi mengabaikan kemiskinan, kebodohan, penyakit, kelaparan, kesengsaraan, dan kesulitan hidup yang diderita saudara-saudara mereka.

Betapa banyak orang kaya Islam yang dengan khusuk meratakan dahinya di atas sajadah, sementara di sekitarnya tubuh-tubuh layu digerogoti penyakit dan kekurangan gizi.Kita kerap melihat jutaan uang dihabiskan untuk upacara-upacara keagamaan, di saat ribuan anak di sudut-sudut negeri ini tidak dapat melanjutkan sekolah. Jutaan uang dihamburkan untuk membangun rumah ibadah yang megah, di saat ribuan orang tua masih harus menanggung beban mencari sesuap nasi. Jutaan rupiah uang dipakai untuk naik haji berulang kali, di saat ribuan orang sakit menggelepar menunggu maut karena tidak dapat membayar biaya rumah sakit. Secara ekstrinsik mereka beragama, tetapi secara intrinsik tidak beragama.

Sumber: Jalal Center

Sabtu, 27 September 2008

INDAHNYA WANITA

INDAHNYA WANITA

Di ambil dari milis tetangga (alumni SMANSA Serang)

Adakah diantara kita yang tidak puas diciptakan menjadi seorang wanita? Ingin menuntut hak yang sama dengan Pria karena merasa derajatnya dibawah Pria ?Hanya orang kafir dan kaum materialislah yang berpikiran seperti itu,tidak percaya bahwa Allah SWT sang Pencipta telah menetapkan aturanyang begitu sempurnanya. Dalam Islam kedudukan wanita sederajat dengan pria namun karena takdir(akal dan perasaan) yang diberikan berbeda, maka tugas, kewajiban dantanggung jawabnya pun berbeda.Seorang Wanita harus patuh dan taat kepada suami sebagai kepala rumahtangga, namun sebaliknya Seorang suami pun harus patuh dan taat kepadasang Ibu yang dulu mengandung dan membesarkannya.sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita sholehah.Dan "perkara yang pertama kali ditanyakan kepada seorang wanita padahari kiamat nanti, adalah mengenai sholat lima waktu dan ketaatannyaterhadap suami."(HR.Ibnu Hibban dari Abu Hurairah)Ada 10 wasiat Rasulullah kepada putrinya Fathimah binti Rasulillah.Wasiat ini merupakan mutiara yang termahal nilainya bila kemudiandimiliki olehsetiap istri sholehah. Wasiat tsb adalah:

1. Kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya,Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum,melebur kejelekan, dan meningkatkan derajat wanita itu.

2. Kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya,niscaya Allah menjadikan dirinya dengan neraka tujuh tabir pemisah.

3. Tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencuci pakaiannya,Allah akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang Kelaparan dan memberi pakaianseribu orang yang telanjang.

4. Tiadalah wanita yang menahan kebutuhan tetangganya, Allah akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti.

5. Yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keridhoaan suami terhadap istri.Andaikata suamimu tidak ridho kepadamu, maka aku tidak akanmendoakanmu. Ketahuilah wahai Fathimah, kemarahan suami adalahkemurkaan Allah.

6. Apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya,dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta meleburseribu kejelekan.Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah.Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya.Bila meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosasedikitpun. Didalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakanbagian dari taman sorga.Dan Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orangyang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkanampunan baginya hingga hari kiamat.

7. Tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam denganrasa senang serta ikhlas, Allah mengampuni dosa-dosanya sertamemakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serbahijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribukebaikan.Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah haji dan umrah.

8. Tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih.

9. Tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami denganrasa senang hati, para malaikat yang memanggil dari langit menyeruwanita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampunidosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.

10. Tiadalah wanita yang meminyaki kepala suami dan menyisirnya,meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya,melainkan Allah memberi minuman arak yang dikemas indah kepadanya yangdidatangkan dari sungai2 sorga.Allah mempermudah sakaratul-maut baginya, serta kuburnya menjadi bagian dari taman sorga.Dan Allah menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shirathal-mustaqim dengan selamat.

Begitu indahnya menjadi wanita, dengan kelembutan dan kasihnya dapat merubah duniaJadilah diri-dirimu wanita sholehah, agar negeri menjadi indah, karena dirimu adalah tiang negeri iniSubhanallah……betapa Allah swt. telah mengagungkan seorang wanita yang telah diciptakanNYA, jauh lebih besar Dibanding apa yang mereka duga.Masihkah ada diantara kita yang tidak puas diciptakan menjadi seorang wanita ?

Minggu, 14 September 2008

cahaya tampak lampu dioda dari WBGS dengan logam tanah jarang sebagai doping

VISIBLE LIGHT EMITTING DEVICE FORMED FROM WIDE BAND GAP SEMICONDUCTOR DOPED WITH A RARE EARTH ELEMENT

source : http://www.wipo.int/

Visible Light Emitting Device Formed From Wide Band Gap Semiconauctor Doped With a Rare Earth Element Background of the invention Light emitting diodes (LED) and related light emitting devices are used in a vast number of applications. These can be used in most light emitting devices from simple panel lights to complex displays and lasers.
Currently LEDs are used in the automotive industry, consumer instrumentation electronics, and many military applications. Different compound are used to produce different wavelengths of light. For example. aluminum gallium arsenide is used for red LEDs, gallium aluminum phosphide for green, and GaN for blue. Light emitting materials formed from three different materials are often difficult to produce. Utilizing different LEDs together inherently requires allowing for different performance characteristics such as current and voltage requirements.
Wide band gap semiconductors (WBGS) doped with light emitting elements such as rare earth elements (RE) and other elements with partially filled inner shells are particularly attractive for L-Ds because the emission efficiency appears to increase with band gap value, thus allowing room temperature operation without the need to introduce impurities. Wide band gap generaily refers to a band gap of 2 eV or greater. Electroluminescence has been reported from several WBGS hosts including Er-doped gallium arsenide, gallium phosphide, GaN, ZnSe and SiC. Er-doped semiconductor light emitting diodes have been shown to emit in the infrared at about 1.5 microns. The infrared emission corresponds to transmissions between the lowest excited state (41, =2) and the ground state (41, 5, 2) of the erbium atoms. The first Er-doped semiconductor light emitting diodes emitted IR light only at very low temperatures. However, recent advancements have permitted IR light emission at near room temperature. Although IR emitting Er-doped GaN has a great deal of utility in the communications industry, it previously has not been useful in a light emitting diode requiring visible emission.
Summary of the Invention The present invention is premised on the reaiization that wide band gap semiconductor substrates doped with elements with partially filled inner shells such as rare earth elements and transition metals can be formed and will emit in the visible and ultraviolet spectrum at a wide range of temperatures. The wide band gap semiconductor material are group III-V and IV materials including diamond, GaN, AIN, InN, BN and alloys thereof. These are doped with elements such as cerium, praseodymium, neodymium, promethium, samarium, europium, gadolinium, turbium, dysprosium, holmium, erbium, thulium, ytterbium, or lutetium or other elements with partially filled inner shells.
By proper formation of the wide band gap semiconductor material and proper introduction of the rare earth element, a light emitting diode can be formed which emits in the visible spectrum.
By selection of the appropriate dopant material, one can select the appropriate color. For example, in GaN, erbium will produce green whereas thulium will produce blue and praseodymium will produce red.
The objects and advantages of the present invention will be further appreciated in the light of the following detailed description and drawing inwhich: Brief Description of the Drap* The Figure is a graph depicting the PL spectrum of Pr-implanted GaN films treated under different annealing conditions.
Detailed Description In order to form a light emitting devices according to the present invention, a wide band gap semiconductor material is formed on a substrate and doped with an effective amount of a rare earth element.
The substrate itself can be any commonly used substrate such as silicon, silica, sapphire, metals, ceramics and insulators.
The WBGS is either a group III-V material or a group IV material such as diamond. In particular the WBGS material can include III-V semiconductors such as GaN, InN, AIN, BN as well as alloys of these.
Any production method which forms crystalline semiconductors can be used. Suitable techniques indure molecular beam epitaxy (MBE), metal- organic chemical vapor deposition (MOCVD), chemical vapor deposition (CVD), plasma-enhanced chemical vapor deposition (PCVD), hydride vapor phase epitaxy (HVPE) and PECD. The desired thickness of a WBGS material will be formed on the substrate. For emission purposes the thickness of the WBGS is not critical. For practical reasons the thickness of the WBGS layer will be from about. 2 to about 5 microns, with around 1 to 2 microns being preferred.
For the rare earth or transition metal to be strongly optically active in the wide band gap semiconductor, group III deficient growth conditioners should be utilized. This should permit the rare earth element to sit in an optically active site which promotes the higher energy or visible light emission.
The dopant material is one which has a partially filled inner shell with transition levels that can result in visible or U. V. emission. The dopant material can be a transition metal such as chromium or a rare earth element preferably from the lanthanide series and can be any of cerium, praseodymium, neodymium, promethium, samarium, europium, gadolinium, turbium, dysprosium, holmium, erbium, thulium, ytterbium, or lutetium. Typically RE dopants include thulium for a blue display, praseodymium for a red display, and erbium for a green display. These can be added to the WBGS by either in situ methods or by ion implantation. Generally the concentration can be relativeiy high, from less than about 0.1% up to about 10 atomic percent. The dopant concentration can be increased until the emission stops. Generally, the preferred concentration will be about. 1 to about 10 atomic percent.
Further a full-color display can be created by utilizing three overlapping WBGS layers such as GaN each layer doped with different light emitting rare earth elements. Separate wiring could be used for each layer and each layer could be separated by transparent insulating layers.
An array of side by side light emitting diodes could also be used to provide a full color display. A combination of dopants in the same WBGS can also be employed.
It may be desirable to anneal the WBGS. This tends to increase emission up to a point. Generally the WBGS is annealed in an argon or other inert environment at a temperature 800-1200° C for 1-5 hours.
More preferably the temperature will be from 850-1050° C, most preferably about 950° C.
The invention will be further appreciated in light of the following detailed example.
Example 1.
An erbium-doped GaN Schottky contact LED emitting visible light was formed by growing an erbium-doped GaN film in a Riber MBE-32 system on a two inch pSi substrate. Solid sources are employed to supply the galiium (7 N purity) and erbium (3 N) fluxes while an SVTA rf plasma source is used to generate atomic nitrogen. In this application, a GaN buffer layer was first deposited for 10 minutes at a temperature of 600°C followed by GaN growth at a temperature of 750"C. The growth conditions were as follows: nitrogen flow rate 1.5 sccm at a plasma power of 400 Watts, gallium cell temperature of 922 °C (corresponding to a beam pressure of 8.2 x 10 7 torr) and erbium cell temperature of 1100°C. The resulting GaN growth rate was about 0.8 microns/hour, and the erbium concentration was about 1021/cri. GaN films with a thickness of 2.5 microns were utilized.
To fabricate Schottky diodes on the GaN: erbium films, a semitransparent aluminum layer was deposited by sputtering. The aluminum film was patterned into a series of ring structures of varying areas utiiizing a lift-off process. The aluminum rings serve as individual Schottky contacts while a large continuous aluminum surface was used as a common ground electrode. Electro luminescence characterization at ultraviolet and visible wavelengths was performed with a 0.3 m Acton research spectrometer fitted with a photo multiplier tube detector. All measurements were conducted at room temperature using dc applied bias voltage and current.
Applying reverse bias current to the order of 1 milliamp to a GaN: erbium Schottky LED, results in green emission visible with the naked eye under normal ambient lighting conditions. The emission spectrum consists of two strong and narrow lines at 537 and 558 nm which provides the green emission color. The two green lines have been identified as erbium transmissions from a 2H1"2 and 4S3, 2 levels to the 41, 5, 2 ground state. Photo luminescence characterization of the same GaN erbium films grown on silicon performed with a helium cadmium laser excitation source at a wavelength of 325 nanometers, corresponding to an energy greater than a GaN band gap, also produce green emissions from the same two transitions. Minor EL peaks were observed at 413 and at 666/672 nanometers.
The device had a threshold voltage for forward conduction of about 8.5 volts. At a forward voltage of 20 volts, a current flow of 350 milliamps is obtained. Under reverse bias of 20 volts, a current of about 30 microamps is measured. The capacitance voltage characteristic of the diode has a voltage intercept of about 11.5 volts and an effective GaN carrier concentration of approximately 10'2/cm3. The high diode forward resistence obtained in the current voltage characteristics of about 34 kilo- Ohms is probably due to the high resistivity of the GaN layer. The Schottky barrier height calculated from the capacitance voltage characteristics is approximately 9 volts, which was consistent with the threshold voltage. This large voltage probably indicates the presence of an insulating layer on the aluminum-GaN interface.
A linear relationship is maintained between the optical output and the bias current over a wide range of values. At current values smaller than 200 milliamps, the relationship is linear.
Example 2.
Er-doped GaN films are formed in a Riber MBE-32 system on c- axis sapphire substrates. Solid sources were employed to supply the Ga (7 N purity), AI (6 N), and Er (3 N) fluxes, while an SVTA Corp. rf plasma source was used to generate atomic nitrogen. The substrate was initially nitrided at 750 for 30 min at 400 W rf power with a N2 flow rate of 1.5 sccm, corresponding to a chamber pressure of mid-10-5Torr. An AIN buffer layer was grown at 550°C for 10 minutes with an AI beam pressure of 2.3 x 10 8 Torr (cell temperature of 970c C). Growth of the Er-doped GaN proceeded at 750°C for 3 hours with a constant Ga beam pressure of 8.2 x 10-7 Torr (cell temperature of 922°C). The Er cell temperature was varied from 950 to 1100CC. The resulting GaN film thickness was nominally 2.4um giving a growth rate of 0.8 am/h, as measured by scanning electron microscopy (SEM) and transmission optical spectroscopy. Photoluminescence (PL) characterization was performed with two excitation sources: (a) above the GaN band gap-HeCd laser at 325 nm (4-8 mW on the sample); (b) below the GaN band gap-Ar laser at 488 nm (25-30 mW). The PL signal was analyzed by a 0.3 m Acton Research spectrometer outfitted with a photomultiplier for ultraviolet (UV)- visible wavelengths (350-600 nm) and an InGaAs detector for infrared (1.5 um) measurements. The PL signal of the Er-doped GaN samples was obtained over the 88-400 K temperature range. Above band gap excitation (He-Cd laser) resulted in light green emission form the Er- doped GaN films, visible with the naked eye.
Two major emission multiplets are observed in the green wavelength region with the strongest lines at 537 and 558 nm. A broad emission region is also present, peaking in the light blue at 480 nm. The yellow band typically observed at-540-550 nm in GaN PL is absent.
Example 3.
Pr-doped GaN films were grown in a Riber MBE-32 system on 2" inch (50 mm) p-Si (111) substrates. Solid sources were employed to supply the Ga and Pr fluxes, while an SVTA rf-plasma source was used to generate atomic nitrogen. The growth of GaN: Pr followed the procedure previously discerned for GaN: Er. Substrate growth temperature was kept constant at 750° C and the Pr cell temperature was 1200° C. We estimate, based on our work with GaN: Er, that this cell temperature results in a Pr concentration in the range of 1018-102°/cm3.
PL characterization was performed with He-Cd and Ar laser excitation sources at wavelengths of 325 and 488 nm, respectively. The PL and EL signals were characterized with a 0.3-m Acton Research spectrometer outfitted with a photomultiplier tube (PMT) detector for UV-visible wavelengths and an InGaAs detector for IR. To measure EL characteristics, contacts were formed by sputtering a transparent and conducting indium-tin-oxide (ITO) layer onto the GaN: Pr structure.
He-Cd PL excitation (as 325 nm) resulted in an intense, deep red emission from the Pr-doped GaN, visible with the naked eye. The room temperature PL at visible wavelengths is shown in Fig. 1 for a 1.5 pm thick GaN film grown on Si. The spectrum indicates a very strong emission line in the red region at 650 nm, with a weak secondary peak at 668 nm.
Example 4.
Praseodymium implantation was performed in a MicroBeam 150 FiB system utilizing a Pr-Pt liquid alloy ion source (LAIS). The Pr-Pt alloy was prepared by mixing praseodymium and platinum at an atomic percent ratio of 87 : 13. This produces an eutectic alloy with a melting point of 718° C. Mass spectrum analysis showed that a Pr2+ target current of-200 pA was produced, representing 75% of the total target current. A Pt+ target current of-50 pA was also observed.
The Pr2+ beam was accelerated to high voltage and implantation was carried out at room temperature on GaN films grown by MBE, HVPE, and metalorganic chemical vapor deposition (MOCVD). After FIB implantation, the samples were annealed under different conditions. PL measurements were performed at room temperature by pumping the samples with a CW He-Cd laser at 325 nm. The He-Cd laser was focused on the sample surface, where the laser power and beam diameter were 12mW and 2001um, respectively. The PL signal was collecte by a lock-in amplifier and characterized with a 0.3-m Acton Research spectrometer outfitted with a photomultiplier tube (PMT) detector for UV-visible wavelengths and an InGaAs detector cooled to 0° C for IR. A grating of 1200 grooves/mm with a resolution of 1.67nm/mm was used for UV-visible wavelengths.
The Figure shows the annealing effect on PL intensity for a Pr- implanted GaN film grown on sapphire by MBE. The implanted pattern is a 136pmxl36pm square. The implantation was performed using a 300keV Pr2+ beam with a target current of 200pA. The pixel exposure time was 1.14ms and the pixei size was 0.265umx0. 265um. This results in a dose of-1 x10'S atoms/cm2. Simulation of these implantation conditions using TRIM'959 calculates a projected range of-60 nm and a peak concentration of-1.7x102° atoms/cm3. The sample was first annealed at 950° C for one hour in flowing argon. After this first anneal, the 650nm peak became discernible. The sample was subsequently annealed at 950° C for another two hours, leading to an increase in the peak intensity at 650nm. The third anneal was carried out at 1050° C for one hour resulting in the PL intensity at 650nm increasing by a factor of 4. In spite of the small implanted pattern size (136pmxl36pm), the emitted red light intensity was strong enough to be easily seen with the naked eye. Anneaiing for a fourth and final time at 1050° C resulted in a reduced PL intensity. This suggests that a one-step annealing at 1050° C is adequate to optically activate the Pr"ions implanted in the GaN film.
Similar PL spectra were observed from Pr-doped sulfide glasses.
Example 5.
A GaN region was also patterned by Pr FIB implantation. The implantation was performed using a 290keV Pr2+ beam for a dose of -4.7x10'4 atoms/cm2. After FIB implantation, the sample was annealed at 1050°C for one hour in Ar. Under UV excitation from the He-Cd laser, the implanted region emits red light, while unimplanted surrounding area shows the yellow band emission of GaN.
Exampie 6.
Pr implantation was also performed on GaN films grown by HVPE and MOCVD. Regions consisting of 141, umx141, um squares were implanted on both samples with a dose of 1X1015 atomsicm2 and a beam energy of 290keV. Both samples as well as a Pr-implanted MBE sample (dose = 4.7x10" atoms/cm2) show strong red emission at 650nm, which corresponds to the 3Po 3F2 transition of Pr3+. All three samples show similar band edge emission at around 365nm.
Example 7.
Pr-implanted GaN film grown by MBE on sapphire was formed.
After FIB implantation with a dose of 4.7x10'4 Pr/cm2 the sample was annealed at 1050°C for one hour in Ar. The Pr concentration of the in-situ doped GaN film is estimated to be at the range of 10'8-102° atoms/cm3.
In general, the PL intensity of the in-situ Pr-doped GaN sample is stronger (-5x) than that in the FIB-imptanted sample, which is expected from the much larger Pr-doped volume which is excited in the former case. For the samples. the full width at half maximum (FWHM) of the 648 and 650nm lines are-1.2nm, which corresponds to 3.6meV.
Thus the present invention can be utilized to produce light emitting devices from wide band gap semiconductor material utilizing rare earth dopants. The particular wavelength of emission is certainly characteristic of the added component. Further, it is possible to combine the rare earth implants to develop unique light emitting devices. Thus the present invention lends itself to a wide variety of different light emitting devices, extending from the infrared range down through the ultraviolet range.